Dilihat : kali

Prevalensi sunat adalah persentase laki-laki dalam populasi tertentu yang telah disunat. Tingkat sunat di seluruh dunia meningkat secara signifikan, dengan prosedur yang paling sering dilakukan sebagai intervensi kesehatan profilaksis, kewajiban agama, atau praktik budaya.

Sejak 2010, baik World Health Organization dan Joint United Nations Programme on HIV/AIDS telah mempromosikan tingkat prevalensi sunat internasional yang lebih tinggi sebagai profilaksis terhadap penularan Penyakit Menular Seksual (Sexual Transmitted Disiese) dan kondisi patologis lainnya.

Mereka menyatakan: "Ada manfaat yang signifikan dalam melakukan sunat laki-laki di masa awal anak-anak. Dan program sunat bayi laki-laki lebih dini cenderung memiliki tingkat morbiditas yang lebih rendah dan biaya yang lebih rendah daripada program yang menargetkan remaja laki-laki dan laki-laki."

Sangat bervariasi, lebih dari 90% di Israel dan banyak negara mayoritas Muslim, 86,3% di Korea Selatan, hingga 80% di Amerika Serikat, hingga 58% di Australia, hingga 45% di Afrika Selatan, hingga 20,7% di Amerika Serikat, kurang dari 1% di Jepang dan Honduras.

Pada tahun 2016, prevalensi sunat secara global diperkirakan sekitar 38%, dengan peningkatan yang mencolok terlihat di Amerika Serikat, Timur Tengah; dan Afrika. Sebagian besar organisasi kesehatan telah mempromosikan tingkat sunat yang lebih tinggi di Afrika sebagai pencegahan terhadap penyebaran HIV/AIDS.

Pada tahun 2020, Organisasi Kesehatan Dunia kembali menegaskan bahwa intervensi profilaksis untuk pencegahan lebih berhasil jika dilakukan oleh profesional medis dalam kondisi aman di daerah dengan prevalensi HIV/AIDS tinggi.

Prevalensi yang sangat tinggi dunia-dunia Muslim dan Israel disebabkan keyakinan agama sebagian besar Muslim dan Yahudi. Sunat sangat lazim dan seakan-akan menjadi kewajiban di beberapa negara mayoritas Muslim di Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia.

Perkembangan sunat di Indonesia sangat tinggi dalam 3 tahun terakhir. Didukung dengan berdirinya perkumpulan para dokter-dokter yang fokus pada tindakan sunat tersebut. Mereka mendirikan organisasi dengan nama ASDOKI atau asosiasi dokter khitan Indonesia. Organisasi tersebut bertujuan meningkatkan keterampilan (skill) para dokter yang berkecimpung dalam tindakan sirkumsisi.

SIDOKI Ahlinya Sunat Makassar tergabung sejak awal berdirinya Asdoki pada 2017 silam. Semua dokter-dokter yang memberikan layanan khitan atau sunat mengikuti standar pelayanan dan Teknik-tekni khitan yang ada di Asdoki. Bahkan kami juga menerapkan inovasi dan teknologi terbaru dalam dunia persunatan.